
7 Tokoh Pertempuran Surabaya, “Merdeka atau Mati!”
10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan, untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang gugur di medan pertempuran demi kemerdekaan bangsa Indonesia terutama tokoh pertempuran Surabaya.
Pertempuran Surabaya terjadi pada tanggal 10 November 1945 tentara sekutu dipimpin oleh Mayor Jenderal Robert Mansergh pengganti Brigadir Jenderal Mallaby yang telah meninggal, mengeluarkan ultimatum yang dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan/milisi.
Perlawanan yang dilakukan pasukan dan milisi Indonesia terhadap tentara Inggris karena Mayor Jenderal Robert Mansergh menuntut semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas.
Diperkirakan 6.300 sampai 15.000 orang yang meninggal akibat pertempuran tersebut. Tidak hanya itu, kurang lebih 200.000 orang melarikan diri dari kota yang telah hancur, serta 295 warga British Indian yang dinyatakan tewas dan hilang.
Tokoh pemimpin pertempuran Surabaya yang Konfrontasi melawan pasukan Sekutu dikomandoi langsung oleh Bung Tomo. Selain Bung Tomo, terdapat beberapa nama pahlawan yang ikut andil dalam pertempuran Surabaya. Berikut nama – nama tokoh pertempuran Surabaya:
1. Sutomo
Sutomo atau Bung Tomo lahir pada tanggal 3 Oktober 1920 di Surabaya dan meninggal pada tanggal 7 Oktober 1981 di Makkah. Bung Tomo merupakan seorang pahlawan yang terkenal karena berhasil menginspirasi semangat rakyat untuk melawan pasukan Belanda yang tergabung dalam NICA. Pertempuran tersebut dimulai pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya.
Sebelumnya, Bung Tomo pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan dan staf pribadi di sebuah perusahaan swasta. Ia juga pernah menjabat sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, bahkan menjadi pegawai kecil di perusahaan ekspor-impor Belanda. Sebelum pindah ke Surabaya, Sutomo bekerja sebagai polisi di kota Praja dan menjadi anggota Sarekat Islam serta menjadi distributor untuk perusahaan mesin jahit Singer. Ia juga terlibat dalam jurnalis dan berpartisipasi dalam beberapa kelompok politik dan sosial.
Sutomo terpilih menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru pada tahun 1944. Ia berjuang untuk membangkitkan semangat rakyat saat Surabaya diserang oleh tentara NICA pada bulan Oktober hingga November 1945. Sutomo menyampaikan semangat perjuangan melawan NICA melalui siaran radio yang penuh emosi. Ia juga aktif dalam dunia politik pada era 1950 pasca kemerdekaan Indonesia.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, Sutomo memberikan kritik tajam terhadap program-program Presiden Soeharto pada tahun 1970. Pada tanggal 11 April 1978, Sutomo ditahan oleh pemerintah Orde Baru karena kritiknya yang keras. Ia meninggal dunia di Makkah ketika sedang menunaikan ibadah haji pada tanggal 7 Oktober 1981. Jenazah Bung Tomo kemudian dibawa kembali ke Indonesia dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel, Surabaya.
2. Mayjen Sungkono
Lahir pada tanggal 1 Januari 1911 di Purbalingga, Jawa Timur, dan meninggal pada tanggal 12 September 1977 di Jakarta, Mayjen Sungkono merupakan seorang pahlawan nasional yang memimpin langsung pertempuran di seluruh kota. Sungkono menyelesaikan pendidikan di HIS (Hollands Indische School) pada tahun 1928, lalu melanjutkan ke MULO, serta meneruskan ke Zelfontelkeling hingga kelas dua dan mendapatkan ijazah K.E. Selanjutnya, Sungkono mengikuti pendidikan militer selama dua tahun di sekolah teknik perkapalan atau KIS (Kweekschool voor Inlandsche Schepelingen) di Makasar.
Setelah Indonesia merdeka, Sungkono bergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan memimpin upaya pelucutan senjata dari tentara Jepang yang masih ada di Indonesia pada bulan September 1945. Pada tanggal 24 Oktober 1945, Brigade 9 Divisi ke-25 Angkatan Darat Inggris, yang dipimpin oleh Brigadir AWS Mallaby, mendarat di Surabaya.
Sikap Inggris yang melanggar kedaulatan Indonesia memicu bentrokan antara pemuda Surabaya dengan pasukan Inggris pada tanggal 28-29 Oktober 1945. Presiden Soekarno datang ke Surabaya dan mengumumkan gencatan senjata, tetapi pertempuran masih berlanjut, dan jenderal Mallaby tewas di depan gedung Internatio, meskipun sudah ada perjanjian antara Inggris dan Indonesia. Pertempuran pada tanggal 10 November 1945 menjadi titik perang yang sengit di Surabaya. Selain itu, Ia juga memiliki tugas utama untuk menumpas pemberontakan PKI Madiun pada bulan Oktober 1948.
3. HR. Mohammad Mangoendiprodjo
Mayor Jenderal HR Muhammad Mangundiprojo, memimpin Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Ia lahir pada tanggal 5 Januari 1905 di Sragen, Jawa Tengah, dan meninggal pada tanggal 13 Desember 1988 di Bandar Lampung. RM Mohammad Mangoendiprojo berhasil memimpin pasukannya untuk mengambil alih aset pribadi orang-orang Belanda yang tersimpan di Bank Escompto senilai 100 juta gulden untuk mendukung perjuangan melawan Belanda dan Inggris.
Ia bersama pasukannya bergerak ke medan perang sebagai wakil Indonesia dalam kontak diplomatik dengan pasukan Inggris di Surabaya. Mohammad pernah berjuang sendirian ketika memasuki gedung untuk menemui komandan pasukan Inggris dan mencegah pasukan Inggris yang menduduki gedung Bank Internatio. Sementara itu, Brigjen Mallaby yang berada di luar gedung ditembak oleh seorang pejuang, yang kemudian memicu pertempuran pada tanggal 10 November.
4. KH. Hasyim Asy'ari
Kyai Haji Hasyim Asy'ari adalah seorang tokoh persatuan umat dan pelopor modernisasi. Beliau lahir di Demak pada tanggal 20 April 1875 dan juga merupakan salah satu tokoh utama dalam Pertempuran Surabaya yang memainkan peran penting.
Peran Kyai Haji Hasyim Asy'ari dalam Pertempuran Surabaya berasal dari fatwa yang menggariskan kewajiban jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang kemudian menghasilkan peraturan-peraturan tentang jihad.
5. Gubernur Suryo
Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo disebut juga sebagai penguasa Jawa Timur yang menjadi salah satu tokoh pertempuran Surabaya dalam memprakarsai terjadinya pertempuran Surabaya pada 10 November.
Beliau banyak terlibat dalam kemerdekaan Republik Indonesia. Pada masa pertempuran tersebut, satu perannya adalah dengan menyalurkan bantuan.
6. Mayjen Moestopo
Lahir di Ngadiluwih, Kediri, Jawa Timur, 13 Juni 1913, Mayjen TNI Prof. Dr. Moestopo juga termasuk dalam tokoh Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Pada masa pendudukan Jepang, Moestopo mengikuti pelatihan tentara Pembela Tanah Air (Peta) angkatan kedua di Bogor, Jawa Barat. Selesai pelatihan, ia diangkat sebagai shudanco (komandan kompi) di Sidoarjo, meski sejatinya kemampuan Moestopo melebihi kemampuan seorang shudanco.
7. Abdul Wahab Saleh
Nama Abdul Wahab Saleh juga tak luput dari daftar tokoh Pertempuran Surabaya 10 November 1945. Abdul Wahab Saleh adalah seorang fotografer Antara yang berhasil mengabadikan peristiwa heroik Arek-Arek Suroboyo dalam Pertempuran dan momen bersejarah perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato.
Selain ketujuh tokoh diatas, warga Surabaya yang juga ikut berperang bahkan turut gugur di medan pertempuran juga merupakan pahlawan bangsa Indonesia yang jasanya patut kita kenang.